In Memoriam Ustad Jazir
![]() |
| Penulis Muhammad Yani bersama Ustad Jazir di masjid Jogokariyan Yogyakarta. |
Hanya beberapa menit kabar meninggalnya Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta Kiai Muhammad Jazir (Ustad Jazir) Senin 22 Desember 2025 menyebar seantero Indonesia. Siapa almarhum? Dialah arsitek kemajuan Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Praktek manajemen masjid yang beliau praktekkan menjadi rujukan masjid-masjid di seluruh Indonesia. Bahkan masjid-masjid di Asia ikut menimba ilmu managemen dan pengembangan masjid dari almarhum. Kini banyak masjid di Indonesia managemennya pada bagus berkat menimba ilmu managemen dan pengembangan dari masjid Jogokariyan.
Rupanya saya juga menasaran seperti apa managemen masjid Jogokariyan. Alhamdulillah pas selesai sholat jumat saya berhasil berdialog dengan beliau. Kebetulan beliau pas sholat jumat berada di shof agak paling belakang. Rupanya beliau begitu sederhana dan bersahajanya sampai-sampai mau meladeni pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan para jamaah yang hadir untuk bertemu dan menimba ilmu.
Saya sudah 3 kali ke masjid tersebut. Pas bulan puasa saya sengaja datang ke masjid Jogokariyan untuk buka bersama dan sahur bersama. Masih jam 5 sore masjid tersebut sudah penuh dengan jamaah. Ribuan orang datang dari seluruh penjuru Indonesia untuk mampir, buka bersama dan sholat berjamaah.
Berbagai menu buka bersama dengan jumlah ribuan tersedia dan kita tinggal memilih menu apa saja disuka. Kalau toh kita masih tidak cocok dengan sajian buka bersama yang tersaji, kita bisa beli makanan di sekitar masjid karena ratusan warung penjajakan makanan berderet-deret sebagai tanda masjid bisa memakmurkan warga sekitar lewat larisnya jualan mereka.
Sedangkan situasi pas sahur, ribuan makanan juga tersaji rapi dimeja yang siap disantap bersama-sama. Yang cukup mengagetkan, jumlah jamaah sholat shubuh hampir sama dengan sholat maghrib. Itu memandakan makmurnya masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Bagaimana dengan hari-hari biasa pas tidak bulan Ramadhan? Saya juga sengaja datang ke masjid itu pas hari Jumat dan ingin sekalian jumatan disana. Kembali ribuan makanan dan minuman tersedia dimeja-meja cukup rapi . Makanan itu sepertinya yang menghadirkan para “malaikat” karena meja-meja itu penuh sendiri dengan makanan dari sedeqah orang-orang yang datang sambil sholat berjamaah.
Kalau kita ingin menceritakan masjid Jogokariyan sepertinya tidak ada habisnya. Terutama masalah gagasan yang terwujud dalam pendekatan khas yang dikenal sebagai konsep saldo masjid nol. Tidak seperti kebanyakan masjid yang mengumpulkan dana besar dan membiarkannya mengendap. Kiai Jazir mendorong agar dana infaq yang masuk segera didistribusikan kembali ke masyarakat dalam bentuk program nyata.
Juga gagasan bila ada jamaah yang sandal atau motornya hilang akan diganti cukup membuat para pengurus masjid lain terheran-heran darimana dananya bila betul-betul ada motor hilang. Rupanya dana masjid dijadikan energi sosial yang terus berputar: dihimpun dari jamaah, dan dikembalikan kepada jamaah melalui layanan dan pemberdayaan.
Adapun program lainnya adalah ATM Beras, yang memungkinkan jamaah tidak mampu mengambil beras secara gratis dengan sistem kartu, sementara jamaah mampu bisa menjadi donatur pengisi.
Jazir juga menginisiasi wakaf produktif, termasuk pembelian sawah, yang hasil panennya digunakan untuk mendukung ketahanan pangan jamaah. Dalam konteks ini, masjid tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjelma sebagai pusat distribusi kesejahteraan sosial.
Program pemberdayaan lainnya yang dikembangkan di bawah kepemimpinannya sangat beragam, antara lain: pasar sore Ramadan, peci batik Jogokariyan, angkringan berbasis jamaah, layanan kesehatan/poliklinik, dan usaha katering. Semua inisiatif ini diarahkan untuk menggerakkan ekonomi jamaah dan menciptakan kemandirian berbasis komunitas masjid.
Kiai Jazir juga dikenal dengan sikap tegasnya terhadap pengabaian terhadap kaum miskin. “Tidak mengajak memberi makan orang miskin itu mendustakan agama. Masjidnya bagus, ada tetangga tidak punya beras, tidak peduli. Itu bukan masjid, itu candi,” ungkapnya dalam sebuah kesempatan.
Beliau dikenal memiliki etos pengabdian yang luar biasa, khususnya dalam membangun, mengembangkan, dan memakmurkan masjid sebagai pusat ibadah, dakwah, dan pemberdayaan umat.
Dedikasi beliau di tingkat akar rumput benar-benar tekun, gigih, dan komitmen yang kuat. Kiprah Kiai Jazir dalam membangun dan mengembangkan Masjid Jogokariyan menjadi teladan nyata bagi berbagai gerakan masjid di Indonesia dalam mengemban misi keagamaan dan sosial.
Kontribusi Kiai Jazir dalam memakmurkan Masjid Jogokariyan meluas jauh melampaui aspek ritual keagamaan. Dedikasi beliau juga memperkuat fungsi sosial, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat.
Saya mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Semoga almarhum husnul khatimah, diampuni segala khilafnya, diterima amal ibadahnya, serta mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Aamin.
* Penulis adalah wartawan Ponorogo Pos. Juga Tim Ahli DPRD Kabupaten Ponorogo.
