Penulis : Humam Naufal Fadhlullah, Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang. |
Media sosial adalah sebuah sarana berbasis online yang digunakan setiap individu untuk bersosial dan berinteraksi dari suatu kawasan hingga lintas geografis.
Sarana online tersebut sering kali digunakan mulai dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa, terlebih lagi bagi siswa/siswi SMP sampai para mahasiswa/mahasiswi.
Hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi karena perkembangan zaman serta tingginya tingkat penyebaran teknologi informasi yang begitu cepat ditangkap oleh masyarakat, menciptakan sebuah media baru untuk bersosial.
Media online tersebut banyak mempengaruhi hal-hal positif yang dialami oleh kalangan remaja seperti membuat peluang bisnis baru, memperluas relasi mereka, dan menciptakan sebuah ide-ide atau gagasan yang mereka tuangkan menjadi sebuah karya.
Media sosial tidak hanya mempunyai pengaruh positif saja, tetapi memilki pengaruh negatif bagi penggunanya.
Dapat dilihat pada akhir-akhir ini, dampak yang terkena bagi penggunanya terjadi dikalangan remaja dengan kerusakan mental dan penurunan etika bersosial kepada orang lain.
Peran orangtua sangat dibutuhkan dalam masalah ini, pasalnya hanya mereka yang lebih mengenal karakteristik dan sifat milik anak-anaknya.
Orangtua dapat memulai mendidik bagaimana cara agar meningkatkan kepercayaan pada diri mereka dengan cara membantu dan mendukung segala kreativitas yang anak mereka miliki dan membantu mengajari cara adab bersosial di lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di google form pada 09-10-21 dengan koresponden para remaja di Indonesia mengalami krisis mental dan etika.
Contohnya saja dari kerusakan mental yang dialami para remaja yaitu sebanyak 52,4% kurangnya kepercayaan kepada diri sendiri mengakibatkan lebih nyaman bersama temannya ketika di luar rumah atau lebih tepatnya berani jika ada teman.
61,9% mereka tidak sakit hati ketika dihinia atau diolok-olok oleh teman sendiri dikarenakan sudah mengenal temannya dan begitu juga sebaliknya, akan merasa marah atau sedih jika dihina oleh orang lain.
Sedangkan contoh pada bagian penurunan etika, 54,5% mereka lebih condong pemalu dan pendiam dari pada aktif dan pemberani. Hal tersebut terjadi disaat mereka sedang tidak bersama temannya atau sendiri di suatu tempat.
Tidak hanya itu saja, 90,9% merka lebih nyaman bersosial dengan orang yang sudah di kenal dibandingkan dengan orang baru, hal ini akan berpengaruh pada luasnya lingkup relasi pergaulan mereka dan pola pikir maupun sifat kedewasaan yang berdampak pada masa depannya.
Dari contoh bagian etika dapat dipengaruhi oleh sebanyak 63,6% bahwa mereka merasa sudah memiliki banyak teman.
Keterkaitan antara mental dan etika sangat terlihat contohnya seperti mereka tidak sakit hati ketika dihina atau diolok-olok oleh temannya karena sudah merasa banyak teman.
54,5% mereka lebih nyaman bersosial dengan teman mereka sendiri karena menganggap sudah merasa banyak teman dan menganggap bahwa tidak perlu menambah relasi lagi.
Dilihat dari keterkaitan antara mental dan etika tersebut akan berdampak pada pola pikir serta sifat kedewasaan yang mereka miliki.
Bilamana para kalangan remaja stuck pada fase tersebut, akan berdampak pada pemikiran mereka yang hanya berada disekitaran relasinya saja dan bagaimana cara berpikirnya untuk kedepannya.
Dari hasil survei tersebut dapat disumpulkan bahwa dikalangan anak sekolah sampai perkuliahan banyak mengalami kerusakan mental dan penurunan etika yang mereka miliki.
Pada masalah ini orangtua harus ikut andil dalam penanganannya, dimulai dari pemahaman media sosial hingga relasi dari pergaulan anaknya.
Pihak orangtua pun harus bisa memaklumi tentang bagaimana anak-anaknya menggunakan media sosial, dikarenakan terjadinya pendemi Covid-19 saat ini mengakibatkan para remaja sering bermain sarana tersebut guna meminimalkan kontak fisik dengan yang lain dan mengurangi tingkat penyebaran virusnya.
Untuk meningkatkan mental dan etika yang dimiliki oleh remaja, para orangtua haruslah mendidik anak-anaknya perlahan secara lemah lembut dan tidak dengan paksaan.
Cara mendidiknya bisa diawali dengan mengurangi dan membatasi jam pengunaan media sosial serta mengenalkan hal-hal positif apa saja yang harus mereka peroleh di lingkungan sekitar mereka.
Ketika mendidik secara paksaan, anak-anaknya akan berpikir bahwa dirinya sedang dikekang atau batasan-batasan perilaku mereka diatur dengan terpaksa dan memaksa.
Pihak orangtua sebisa mungkin mencoba agar anak-anaknya bisa terbuka dalam hal apapun dan tidak menutup-nutupi masalah yang dimilikinya, dengan demikian dalam membenahi mental dan etikanya dapat mempermudah dan bisa mengatur pola cara mendidik bagi setiap anaknya.
Untuk itu kedekatan antara orangtua dan anak juga sangat berpengaruh, jika semakin terbukanya sang anak kepada orangtua permasalah tersebut dapat lebih mudah dalam mengatasinya beigitu juga sebaliknya semakin anaknya tertutup dengan orangtua maka akan sulit menangani hal tersebut. (red*)
COMMENTS